Thursday, December 13, 2007

Belajarlah dari Cina

Baru-baru ini saya mendapatkan beasiswa Asian Fellowship Award yang diberikan kepada dosen dan karyawan LSM minimal berjenjang S2 dari negara berkembang di Asia untuk melakukan penelitian di negara Asia lainnya di bidang seni, budaya dan sosial. Kebetulan S1 dan S2 saya di bidang sinologi dan saya meneliti tentang masalah-masalah sosial dalam keluarga Cina. Saya sekarang menjadi peniliti di universitas Xiamen.

Terus terang saya sangat kaget ketika sampai di Xiamen. Xiamen terkenal sebagai kota industri dan juga pendidikan, mungkin sekelas semarang di Indonesia. Setelah 10 tahun tinggal di luar Cina saya harus mengakui Cina bukanlah negeri seperti yang kebanyakan orang Indonesia pikir. Bandara Xiamen sangat modern dan efisien, lebih baik dari bandara Soekarno-Hatta, jalan- jalannya luas, tidak ada kemacetan, di manapun kita pergi kita melihat taman yang tertata dengan rapih dan terpelihara. Satu hal yang paling mencengangkan adalah saya tidak melihat sampah. Orang-orang yang berjualan di pinggir jalan pun sangat teratur, sangat berbeda dengan kesan yang kita tahu bahwa orang Cina sangat jorok.

Transportasi sistem pun sangat baik, mereka sudah menerapkan kartu chip untuk naik bis, jadi kita hanya perlu beli kartu isi ulang yang harus ditempelkan pada mesin elektronik saat naik bis. Meskipun bis tidak terikat waktunya, semua orang menunggu bis di halte, naik di pintu depan, pintu bis selalu tertutup saat di jalan dan tidak pernah bis terlalu penuh seperti di Jakarta.

Kampus Xiamen University pun tidak kalah dengan kampus-kampus di Australia. Seluruh gedung diperlengkapi dengan AC, bahkan di dalam asrama-asrama mahasiswa (disini hampir semua mahasiswa tinggal di asrama). Internet ada di mana-mana, bahkan di asrama untuk orang asing pun akses internet bebas 24 jam hanya dengan membayar Rp 30.000,-. Telepon pun sangat murah. Fasilitas kampus pun sangat luar biasa, mulai dari kelas-kelas berAC yang dilengkapi dengan LCD, danau, stadion olahraga dan kolam renang berukuran standar internasional, pelayanan yang sangat efisien, dsb. Kartu mahasiswa bersifat multifungsi, bisa digunakan sebagai kartu untuk membeli makanan, berbelanja, fotokopi dan akses ke berbagai perpustakaan.

Dalam dua tahun belakangan ini saya berkesempatan beberapa kali berkunjung ke Thailand dan Cina untuk sekolah. Benar-benar saya merasa malu dengan negeri kita, karena kita jauh sekali tertinggal dengan negara-negara yang 10 tahun yang lalu ada di bawah kita. Thailand sudah beberapa tahun yang lalu memiliki monorail dan tahun lalu membuka subway, dan Cina sangat mengejutkan saya dengan kebersihan dan kedisiplinan masyarakatnya memelihara lingkungan dan mempertahankan etos kerja dan kebersihan lingkungan.

Terus terang saya adalah orang yang anti pemerintah karena saya memang banyak kecewa dengan pemerintah, sehingga saya sering berkata bahwa satu-satunya hal yang saya bisa banggakan dari negeri saya adalah budayanya yang tinggi. Sayangnya memang masyarakat kita terus dikungkung dan dibiarkan menjadi bodoh dan kita tidak sadar bahwa sekarang negara- negara Asia yang dulunya tidak kita pandang sebelah matapun sebenarnya sudah jauh berada di depan kita.

Ada tanggapan?


Sumber: Anggiet; www.milisbeasiswa.com/opini/ 2005/10/belajarlah-dari-cina.html - 22k )

No comments: