Friday, November 2, 2007

Ayah saya, Hidayat, meninggal pada saat saya masih duduk di bangku TK (tahun 1965). Sebagai seorang ibu dengan empat orang anak (putra semua) tentu saja meninggalnya ayah merupakan pukulan berat bagi ibu karena tugas membesarkan anak untuk menjadi “orang” merupakan tantangan berat bagi ibu.

Ibu yang praktis saat itu tidak bekerja, yang berarti tidak punya pendapatan keuangan sepeninggalan ayah. Beliau membanting tulang mencari cara mendapatkan pendapatan. Dengan modal ketrampilan apa adanya akhirnya ibu memutuskan untuk mendapatkan pendapatan keluarga dengan menjahit. Saya masih ingat sekali, pelanggan pertama ibu adalah baju untuk teman sebaya saya, yang juga tetangga yaitu Ria. Seingat saya bahan kainnya warna merah dengan motif bebek warna kuning.

Yang sangat menarik dari kegiatan menjahit ibu adalah etos kerja yang kuat sekali yang ditunjukkan ibu. Beliau menjahit pagi, siang dan malam bahkan hingga sampai dini hari jam 3 atau jam 4 malam. Pada mulanya beliau menggunakan tenaga kaki (genjot) namun setelah mendapatkan beberapa order jahitan, ibu membeli sebuah dinamo. Dengan menggunakan dinamo maka mesin jahit ibu yang bermerek CAMEL itu bekerja semakin cepat dalam proses produksinya. Saya masih ingat sekali waktu itu tugas saya adalah memasukkan benang ke jarum mesin jahit. Biasanya kalau pesanan sudah jadi, tugas saya adalah mengantar baju itu ke rumah pelanggan. Di rumah, kami tidak memiliki sambungan telepon yang pada saat itu termasuk barang sangat mewah. Saya mengantar baju yang sudah jadi dengan menggunakan sepeda merek Gazelle peninggalan ayah. Pada saat proses menjahit, saya mendapat tugas membeli retsleting ataupun kancing sesuai dengan warna bahan di toko POPULAR yang terletak di Pasar Besar. Hampir setiap sore saya mengayuh sepeda melakukan dua kegiatan: mengantar baju (dan menerima ongkos jahit) dan membeli kebutuhan material.

Ibu juga tidak lupa selalu menyisihkan uang untuk saya guna membeli kaset musik rock kesukaan saya saat itu seperti Led Zeppelin, Deep Purple, Yes, Kansas dan Jethro Tull. Pada saat jahitan semakin banyak, ibu memutuskan membeli mesin obras merek Pegasus. Tugas saya bertambah: membantu ibu mengobras baju yang akan dijahit. Saya senang sekali melihat hasil obrasan yang berupa rajutan benang yang tetata sangat rapi. Demikianlah ritme hidup kami pada waktu itu. Tanpa saya sadari, ibu telah menciptakan “pengalaman” kepada saya yaitu etos kerja yang luar biasa dan disiplin.

Etos kerja ibu memberikan hasil yang menggembirakan. Dengan usaha menjahit, ibu bisa menyekolahkan kakak saya ke jenjang perguruan tinggi. Ini prestasi yang luar biasa: seorang ibu yang menjahit bisa mencetak seorang Sarjana Ekonomi! Saya semakin “yakin” bahwa dengan memiliki etos kerja yang kuat, insya Allah pasti berhasil. Cita-cita ibu menyekolahkan anak menjadi sarjana, tercapai jua.

Keyakinan saya terhadap etos kerja ibu yang membuahkan hasil telah mendorong saya untuk berperilaku mengikuti apa yang dilakukan ibu. Saya banting tulang belajar siang malam tanpa ada yang menyuruh. Saya tidak percaya lagi yang namanya bahwa kesuksesan hanya tergantung dari kepandaian. Bagi saya yang penting adalah TEKUN. Dengan tekun, orang dengan IQ pas-pasan pun pasti akan berhasil. Saya saat itu memiliki semboyan: “ketekunan membawa kesuksesan”. Perilaku bekajar keras semakin hari semakin saya gencarkan sehingga saya bisa menyelesaikan sekolah sampai dengan SMA dengan prestasi baik. Semboyan tersebut juga yang akhirnya membawa saya bisa diterima di program tanpa tes di Institut Pertanian Bogor (IPB). Dan itu semua dibuktikan lagi dengan lolosnya saya mengikuti ujian masuk Institut Teknologi Bandung (ITB) pada tahun 1979. Semakin terbuktilah bahwa apa yang dicontohkan ibu dengan disiplin dan semangatnya menjahit telah memacu saya bekerja keras. Akhirnya dengan perilaku yang konsisten, jadilah saya seperti ini.

Saya yang sangat menikmati kehidupan saya saat ini dan bersyukur atas nikmat Allah SWT. Perilaku saya tersebut telah membuahkan hasil dengan jadinya saya seperti saat ini. Terima kasih, ibunda tercinta.

Sumber:Gatot Widayanto Hidayat
http://thevaluequest.wordpress.com/

No comments: